Minhus Nata

Kami terlambat berangkat ke Masjidil Haram subuh itu. Perut agak mules. Namun, meski sudah terdengar adzan kami tetap berjalan menuju masjid. Manusia bagaikan semut ‘berbaris’ menuju Masjidil Haram. Kami dari arah Ajyad. Kami ingin shalat paling tidak di lantai dua. Di lantai satu sudah tidak mungkin karena sekarang peraturannya hanya jamaah umrah yang berpakaian ihram …

Lanjutkan membaca Minhus Nata

Mahar Sarung

“Aku tak memiliki apa-apa untuk mahar,” katanya lirih di hari itu. Aku tidak bereaksi. Punya atau tidak punya, mahar kan harus diberikan. Hening sejenak. Itu sekira tiga bulan kami akan menikah. Mahar juga tidak harus mahal. Tapi, masak kami tak jadi menikah gara-gara tidak ada mahar. Bukan aku mencintainya membabi buta, bahkan aku menerimanya pun …

Lanjutkan membaca Mahar Sarung